Kamis, 28 Februari 2019

Sejarah Pemilu Di Dunia

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang - orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar dua prinsip pokok, yaitu :
a. Single member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut Sistem Distrik)
b. Multi member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan Proportional Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang)


Masa yunani dan romawi kuno
Sebenarnya mengenai istilah kedaulatan rakyat sudah dijalankan pada masa Yunani Kuno sekitar abad ke-IV sebelum masehi, dimana rakyat saat itu ikut melakukan hak-hak politiknya dalam menjalankan pemerintahan. Pada saat itu dinamakan Demokrasi yang berasal dari kata ‘demos’ yang berarti rakyat dan ‘cratein’ yang berarti pemerintahan. Rakyat Yunani Kuno memilih sendiri secara langsung siapa yang menjadi pemimpinnya, dan juga apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya. Akan tetapi pelaksanaan kedaulatan rakyat secara langsung tersebut sudah tidak dapat dilaksanakan lagi untuk saat ini. Pada masa itu di Yunani kuno cara pelaksanaan kedaulatan rakyat seperti itu dapat dilakukan karena penduduknya hanya berjumlah sedikit, dan wilayah Yunani hanya merupakan suatu Polis State atau negara kota. Sebuah negara yang kita kenal saat ini lebih besar daripada yang terdapat pada masa Yunani Kuno, baik dilihat dari wilayah maupun jumlah penduduknya.
Kemudian dilanjutkan pada masa Romawi Kuno, yang pada awalnya berbentuk negara Monarki atau kerajaan dengan berbagai suku bangsa. Pemerintahan monarki ini didampingi oleh suatu badan perwakilan yang anggota-anggotanya hanya terdiri dari kaum Patricia (ningrat). Didalam sistem pemerintahan ini telah ada bibit-bibit demokrasi. Kemudian sistemdemokrasi dilaksanakan dengan diusirnya rajaterakhir dari takhta nya, dan terjadi pertentangan antara kaum Patricia (ningrat) dengan kaum Plebeia (rakyat jelata), dimana pertentangan tersebut diselesaikan dalam perundingan 12 meja. Dan kemudian pemerintahan saat itu dipegang oleh dua orang konsul bersama-sama dengan Dewan pemerintah menjalankan pemerintahan dengan UU. Dengan demikian Romawi Kuno telah mengalami perubahan dari negara Kerajaan menjadi Negara Demokrasi, hanya dalam keadaan darurat misalnya peperangan kekuasaan dipusatkan pada satu tangan yang dinamakan Diktator yang mempunyai kekuasaan yang besar dan mutlak, akan tetapi ini hanya bersifat sementara. Setelah keadaan normal kembali, pemerintahannya menggunakan sistem Demokrasi atau kedaulatan rakyat.

Abad ke XVII dan Abad ke XVIII
Kemudian pada abad ke XVII dasn ke VIII, dengan munculnya kembali teori tentang hukum alam yang menggali kembali ajaran yunani kuno dan romawi kuno, muncul pula lah ahli-ahli hukum dan ketatanegaraan. Pada sekitar abad ini muncullah pemikir-pemikir besar yang menentang kedaulatan Raja, misalnya Raja Frederik yang agung (1712-1786) yang menentang ajaran Nicholo Machiavelli, kemudian John Locke (1632-1704) yang menyatakan tentang adanya hak-hak alamiah manusia (yaitu hak atas hidup, hak merdeka, dan hak atas milik) dan membatasi setiap kekuasaan apapun terdapat manusia harus dibatasi oleh hak-hak alamiah ini. Untuk menjamin terlindunginya hak-hak alamiah ini, lalu manusia mengadakan perjanjian masyarakat untuk membentuk masyarakat dan selanjutnya negara. Masyarakat kemudian menunjuk seorang penguasa diberikan wewenang untuk menjaga dan menjamin terlaksananya hak-hak alamiah tersebut. Dan dalam menjalankan kekuasaannya, penguasa dibatasi oleh hak-hak alamiah tersebut.
Berbeda dengan pendapat Thomas Hobbes (1588-1679) yang mengatakan kekuasaan penguasa itu bersifat mutlak. Menurut Thomas perjanjian masyarakat sifatnya langsung, artinya orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian itu langsung menyerahkan atau melepaskan haknya atau kemerdekaannya kepada raja, jadi tidak melalui masyarakat, raja berada diluar perjanjian itu, dengan demikian raja tidak terikat oleh perjanjian, dan mempunyai kekuasaan yang absolute. Perjanjian itu sendiri terjadi karena adanya rasa takut yang ada pada tiap-tiap manusia.
Di Perancis, rakyat berusaha merubah Majelis Permusyawaratan dengan suatu rapat nasional yang tuntutannya adalah harus memberikan suatu konstitusi, yaitu suatu perjanjian masyarakat yang diperbaharui yang sifatnya tertulis, diciptakan oleh seluruh warga Negara, didalamnyaditentukan hak-hak dari para warga Negara atau hak asasi manusia. Demikian pula di Negara-negara lain memroklamasikan kemerdekaan dan kedaulatannya, membuat Undang-Undang Dasar dengan mencantumkan hak-hak asasi manusia yang tidak boleh diganggu gugat dan dibatasi oleh Negara.

Abad Ke XIX Sampai Saat ini
Pada abad ke XIX ini telah mulai terbentuk partai-partai politik dan dianggap perlu untuk dapat bekerjanya badan-badan perwakila yang mencerminkan kemauan rakyat yang sesungguhnya, atau representif dari rakyat. Dan dengan keadaan tersebut berkembanglah demokrasi modern, hingga saat ini. Di banyak Negara di dunia saat ini, di dalam konstitusinya tertulis bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, yang berarti dengan bahwa Negara tersebut menganut asas kedaulatan rakyat. Menganut asas kedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan pemerintah bersumber pada kehendak rakyat. Prinsip dasar inilah yang kemudian dikenal sebagai prinsip demokrasi.
Meskipun elemen-elemen dari demokrasi langsung dapat ditemui bahkan pada beberapa Negara demokrasi besar, demokrasi biasanya adalah perwakilan demokrasi, pemerintah yang dipilih secara bebas mewakili rakyat. Demokrasi kemungkinan didefinisikan tidak hanya seperti pemerintahan oleh rakyat tetapi juga, dalam formulasi yang terkenal dari Abraham Lincoln, adalah pemerintah untuk rakyat bahwa demokrasi sesuai dengan pilihan rakyat.
Robert Dahl menunjukkan, demokrasi responsive yang layak dapat terjadi jika paling sedikitnya terdapat jaminan terhadapdelapan institusi :
1. Kebebasan untuk membuat dan bergabung dalam organisasi
2. Kebebasan untuk berekspresi
3. Hak untuk memilih
4. Sifat memenuhi syarat untuk jabatan pemerintahan
5. Hak terhadap pemimpin-pemimpin politik untuk bersaing untuk pendukung dan suara
6. Sumber-sumber alternative terhadap informasi
7. Pemilihan umum yang bebas dan jujur
8. Institusi-institusi untuk pembuatan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tergantung pada suara pemilih dan pernyataan-pernyataa pilihan yang lain.

Dengan demikian jelas bahwa pemilihan umum merupakan salah satu unsur terpenting dalam suatu Negara demokrasi. Pelaksanaan kedaulatan rakyat dilakukan dengan menjalankan pemilihan umum. Rakyat dapat memberikan suara politiknya dengan ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih wakil-wakilnya yang akan memimpin negaranya dan juga menyuarakan kepentingannya.
Dalam pemilihan umum yang dilakukan oleh beberapa Negara saat ini, partai politik merupakan wadah organisasi yang penting untuk menyalurkan aspirasi politik seorang warga Negara. Partai politik merupakan suaut wadah yang secara konstitusional diakui dibanyak Negara-negara saat ini sebagai organisasi yang mewakili dan menjadi penghubung antara pemerintah dan rakyatnya.

Sumber: https://www.kaskus.co.id/thread/537dce72c807e752698b4574/sejarah-pemilihan-umum-di-dunia/

Tidak ada komentar:

Share

Komentar

Selamat Datang

1

2

3

Pengunjung

Flag Counter

SMS Gratis


Make Widget