Selasa, 17 Desember 2013

Menulis Narasi Rapor SD

Kompas 2 Desember 2013 menurunkan berita menarik menyangkut sejumlah perubahan penting dalam dunia pendidikan dasar nasional Indonesia. Dengan perubahan itu, pada tahun 2014 tidak ada lagi Ujian Nasional untuk siswa SD, SD Luar Biasa dan Madrasah Ibtidaiyah. Siswa setingkat SD juga tidak akan lagi kuatir tinggal kelas, karena semua siswa setingkat SD akan melenggang mulus dari kelas 1 sampai kelas 6. Yang lebih menarik lagi adalah perubahan di bidang cara penilaian pencapaian skolastik siswa, yang tidak lagi dinyatakan dalam angka atau jenjang nilai, melainkan dalam narasi (narrative report).



Boleh jadi perubahan ini menggembirakan banyak pendidik sekolah dasar, namun bisa juga meresahkan. Para pendidik tingkat sekolah dasar kini perlu belajar banyak untuk menyiapkan ketrampilan menulis laporan naratif lantaran laporan naratif tidak bisa ditulis secara sembarangan, melainkan—seperti yang disyaratkan—harus dengan nada positif yang ditujukan untuk memotivasi dan meningkatkan kemampuan siswa.

Seperti apakah narasi positif itu? Aspek-aspek apa saja yang harus disampaikan? Pencapaian skolastik siswa? Kemajuan upaya siswa? Perbandingan kemampuan siswa dengan rekan sekelas? Perbandingan antara pencapaian semester lalu dengan semester kini? Sikap dan kelakuan sehari-hari? Kesulitan belajar?
Apa saja tool yang diperlukan untuk mengompilasi catatan pencapaian anak? Nilai angka? Nilai portofolio? Tugas kelas? PR?
Mampukah para pendidik kita mengubah kebiasaan menuliskan angka-angka kuantitatif dengan deretan kata-kata bernada kualitatif?

Mungkin ini tidak mudah. Menulis narasi positif, inspiratif dan motivatif tidak gampang. Ini menyangkut pilihan kata untuk memuji (menguraikan kelebihan dan kemampuan siswa) dan menyatakan kekurangan-kekurangan siswa. Menulis pujian mungkin tidak sulit. Yang sulit adalah menuliskan kekurangan-kekurangan agar ketika dibaca siswa dan orangtua siswa yang bersangkutan, narasi itu tidak menimbulkan kekecewaan, amarah dan rasa rendah diri.
Di Amerika, negara yang telah lama menerapkan laporan narasi selain laporan angka, menulis laporan narasi masih menjadi barang sulit. Sejumlah situs di internet menawarkan tips-tips menulis narasi bagi guru pemula, atau bagi guru yang mulai harus bergelut dengan penulisan laporan narasi.

Seorang ahli pendidikan dan guru, Brenda Power, PhD, dalam situs www.scholastic.com, berbagi tips menulis laporan narasi seperti teringkas di bawah ini :
1# Mula-mula, temukan sejumlah kata sifat untuk menggambarkan masing-masing siswa, pastikan kata-kata sifat itu tidak mengulang-ulang. Lakukan ini dua minggu sebelum menulis narasi. Kemudian :

2# Buat catatan berdasarkan pengamatan atas masing-masing siswa dari tugas kelas, PR, dan perilaku di kelas sehari-hari.

3# Gunakan kata-kata kunci positif, misalnya :
-Prestasi terbaik Lisa pada semester ini adalah ….
-Budi telah menunjukkan kemajuan pesat di bidang ….
-Kami para guru gembira melihat kemajuan Yanti di bidang ….
-Pada semester ini Fira telah berhasil mengatasi kekurangannya di bidang ….
dan sebagainya..

4# Fokus pada sisi positif untukmeningkatkan semangat dan rasa percaya yang dibuat berdasarkan angka-angka kuantitif pencapaian siswa. Pencapaian negatif harus dinyatakan dengan cara positifagar bisa berbalik menjadi semangat untuk memperbaiki diri, misalnya :
-Tia akan bisa lebih mengikuti pelajaran bila ia berkonsentrasi mendengarkan pelajaran guru… (untuk siswa yang konsentrasinya mudah teralihkan oleh kegiatan lain).
-Kesulitan Nadia dalam menghafalkan rumus-rumus Matematika bisa diatasi dengan lebih banyak berlatih di luar kelas…

5# Tulis komentar yang mudah terlebih dahuluNarasi untuk siswa yang mudah dideskripsikan bisa ditulis lebih dahulu. Ini akan memudahkan guru untuk membuat perbandinga antara siswa yang mudah dideskripsikan dengan siswa yang sulit dideskripsikan.

6# Minta pendapat dari rekan sesama guru. Sebagai guru kelas, Anda bisa meminta pendapat guru olahraga, guru pendidikan agama, guru seni musik atau guru bimbingan dan konseling untuk membantu mendapatkan gambaran siswa.
Sebagai pengganti sajian angka-angka, laporan narasi ini menjadi penting bagi perkembangan proses pembelajaran dan peningkatan pencapaian skolastik siswa. “Menulis laporan narasi itu seperti menorehkan catatan sejarah. Saya ingin menggambarkan siswa sesuai apa yang telah ia upayakan untuk mencapai prestasi. Catatan ini untuk orangtua, untuk sekolah dan sebagai infoirmasi untuk guru di jenjang berikutnya,” demikian kata Paula Bautistsa, seorang guru SD di New York, dalam situswww.scholastic.com.

Dengan tantangan-tantangan baru di atas, di tengah kesibukan para guru untuk memenuhi tuntutan mengajar, penulisan laporan narasi perlu persiapan matang. Itulah sebabnya, persiapan ini memerlukan manajemen yang baik. Khusus untuk persiapan semacam itu, bolehlah saya bagikan kebiasaan di kursus bahasa Inggris saya yang selama ini menyajikan laporan kuantitatif (dalam bentuk angka) dan laporan kualitatif (dalam bentuk narasi). Masing-masing guru harus memiliki catatan khusus berkenaan dengan pencapaian, kemajuan, kesulitan belajar, dan segala hal-hal kecil tentang siswa selama mengikuti pelajaran. Catatan itu ditulis setiap usai pertemuan. Guru menggunakan buku tulis biasa, dan tersedia lima halaman kosong untuk masing-masing siswa. Guru menulis tanggal pertemuan dan menulis hasil pengamatannya atas siswa, misalnya : “Hari ini Dafa mengerjakan tugas kerja-berpasangan di bidang ‘telling the times’ dengan baik, jauh lebih baik dan lebih berkonsentrasi daripada pertemuan sebelumnya; Rupanya ia sangat menyukai pelajaran tentang ‘tanya jawab jam’.

Dengan pernik-pernik catatan ini, pada akhir term, guru akan mudah membuat ringkasan laporan narasi yang bakal disampaikan kepada orangtua.
Menilik uraian di atas, kita bisa simpulkan bahwa tantangan menulis laporan narasi ternyata bakal tidak sulit. Tentu saja pelatihan penulisan laporan narasi ini diperlukan. Seperti yang dikutip berita Kompas 2 Desember 2013 di atas, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Ramon Mohandas, telah melakukan pelatihan sistem penilaian baru ini terhadap guru pendamping di 150.000 sekolah dasar. Pelatihan menyangkut standardisasi bentuk rapor, cara penilaian dan pemberian angka. Sayang sekali tak dijelaskan apakah pelatihan juga mencakup penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan –misalnya—tips penggunaan kosakata positif dan membangun.

Ayo, Guru Indonesia, Kita Bisa!

Share

Komentar

Selamat Datang

1

2

3

Pengunjung

Flag Counter

SMS Gratis


Make Widget