Kamis, 13 Maret 2014

Mendidik Anak Agar Tumbuh Kreatif Sejak Dini

Fisikawan Isidor Isaac Rabi (1898-1988), pencipta metode penelitian struktur atom dan molekul yang meraih Hadiah Nobel Fisika 1944, selalu menghubungkan keberhasilannya dengan kebiasaan membuat pertanyaan bernas untuk dicari jawabannya.

Sejak kecil, sepulang sekolah, ibunya selalu menyapa dengan pertanyaan, “Apakah kamu mengajukan pertanyaan yang bagus hari ini, Isaac?“ Pengalaman hidup Isaac yang ditulis oleh Richard Saul Wurman dalam buku Follow the Yellow Brick Road (1991) itu menunjukkan betapa setiap pertanyaan kemudian memotivasi dirinya untuk mencari jawaban.
Karakter keilmuwanan Isaac terbentuk dari semangatnya untuk selalu mencari jawaban atas aneka pertanyaan yang dia ajukan. Pada sisi lain, kisah hidup dia juga menunjukkan betapa besar peran orangtua dalam memupuk semangat pencarian jawaban dan jiwa inovasinya. 
Potensi tidak berkembang gara-gara label
Pada dasarnya, setiap anak terlahir kreatif. Setiap anak memiliki jiwa inovatif. Namun tidak semua potensi tersebut berhasil dikembangkan. Dan sering kali, yang “menggagalkan“ potensi itu justru pola asuh orangtua.
Psikolog pendidikan Dien Nurdini Nurdin, M.Psi. mengungkapkan empat cara mendidik anak agar tumbuh kreatif sejak dini dan menjadi anak yang inovatif.
Pertama, sikap orangtua dan guru yang terbuka terhadap ciri-ciri kreatif anak. Kita sering mendapati seorang anak yang banyak bertanya sampai membuat orangtuanya jengah. Padahal pertanyaan itu muncul karena si anak memang ingin tahu. Respons seperti “Jangan ribut” atau “Anak kecil belum boleh tahu” akan memadamkan rasa ingin tahu anak.
Begitu juga ketika seorang anak tertarik pada suatu kegiatan, misalnya mewarnai hingga mencorat-coret dinding. Kadang orang-tua marah. Padahal respons seperti itu akan menyurutkan daya cipta anak. Tindakan anak yang dianggap berlebihan sebaiknya difasilitasi. Misalnya melapisi dinding dengan kertas putih sebagai lahan bagi anak berkarya.
Selama ini banyak anak yang memiliki potensi kreatif justru memperoleh label “anak nakal.” Hal itu bukan saja menghambat kreativitasnya, namun juga rentan memunculkan masalah perilaku di kemudian hari.
Agar kreativitas berkembang menjadi sesuatu yang inovatif, anak diarahkan untuk membuat proyek dari sesuatu yang ia senangi. Misalnya jika anak senang mencorat-coret dinding, berikan arahan lanjutan bagaimana hasil corat-coret tersebut dapat dikemas menjadi sesuatu yang menarik. Dengan demikian si anak terbiasa berpikir agar ide kreatifnya bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Share

Komentar

Selamat Datang

1

2

3

Pengunjung

Flag Counter

SMS Gratis


Make Widget