Jumat, 19 Oktober 2012

Mahasiswa Uji Materi UU Guru ke MK

Tujuh mahasiswa calon guru dari sejumlah daerah di Jawa Timur dan Jakarta mengajukan gugatan terhadap Pasal 9 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Melalui kuasa hukumnya, Muhammad Sholeh, para penggugat meminta MK untuk menguji pasal tersebut agar profesi guru hanya diperuntukkan bagi sarjana keguruan dan ilmu pendidikan.
"Pasal tersebut memberi ruang bagi sarjana non-kependidikan untuk bisa menjadi guru," kata Sholeh saat ditemui seusai sidang perbaikan permohonan di gedung MK, Jumat, 19 Oktober 2012.
Para penggugat tersebut, dua orang di antaranya dari Surabaya, yakni Aris Winarto dari Universitas Negeri Surabaya dan M. Khoirur Rosyid dari Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Tiga mahasiswa berasal dari Malang, yakni Achmad Hawanto dari Universitas Negeri Malang, Heryono dari Universitas Kanjuruhan Malang, dan Siswanto dari Sekolah Tinggi Agama Islam Raden Rahmat Malang.
Adapun dua mahasiswa lainnya, masing-masing Mulyadi dari Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru RI Pacitan dan Angga Damayanto dari Universitas Negeri Jakarta.
Menurut Sholeh, seseorang yang ingin berprofesi sebagai guru harus memiliki dan ikut pendidikan ilmu keguruan, seperti Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Namun Pasal 9 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 membolehkan sarjana dari berbagai cabang ilmu untuk mendaftarkan diri dan menjadi guru.
Bagi mahasiswa ilmu keguruan, kata Sholeh, hal itu merupakan ancaman saat proses seleksi pada pekerjaan yang sudah seharusnya menjadi bidang ilmu mereka. Para mahasiswa keguruan menilai kuliah selama empat tahun menjadi tidak berarti karena harus bersaing dengan sarjana non-keguruan.
Para mahasiswa non-keguruan tersebut tidak mendapat bekal dan persiapan sejak awal untuk menjadi seorang guru. Pasal tersebut juga dinilai diskriminatif karena seolah memberikan perlakuan khusus bagi sarjana non-keguruan.
Pasal tersebut juga dinilai bertentangan dengan Pasal 28 h ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Jaminan dan Perlindungan Hukum yang diberikan oleh negara kepada setiap warga negara dengan dasar ada kekhususan. Seorang sarjana keguruan tidak memiliki jaminan menjadi guru, meski dengan syarat lolos seleksi mengikuti Program Profesi Guru (PPG). Pada kenyataannya, sarjana keguruan tetap harus bersaing dengan sarjan non-keguruan.
Dalam PPG, sarjana non-keguruan hanya membutuhkan matrikulasi satu semester untuk mengajarkan ilmu pedagogik, kompetensi kepribadian, kompentensi sosial, dan kompetensi profesional. Sedangkan sarjana keguruan harus menempuh semua mata kuliah tersebut dalam waktu dua hingga tiga semester.
"Tiba-tiba lulusan non-keguruan bisa jadi guru, ini adalah bentuk diskriminasi. Mereka disamakan dengan sarjana keguruan," ujar Sholeh.
Sidang perbaikan tersebut dipimpin oleh ketua majelis hakim, Achmad Sodiki, dengan hakim anggota Ahmad Fadlil Sumadi dan Harjono. Sidang lanjutan akan dilakukan dua pekan mendatang.

Share

Komentar

Selamat Datang

1

2

3

Pengunjung

Flag Counter

SMS Gratis


Make Widget