Rabu, 10 Juni 2015

Guru, Rebutlah Kewajibanmu


Perjuangan guru untuk mendapatkan hidup layak di tengah kerja kerasnya memperbaiki kualitas generasi bangsa selanjutnya. di berbagai pelosok negeri tidak sedikit guru yang menuntut haknya untuk mendapatkan penghasilan layak kepada pemerintah lewat demonstrasi agar hidupnya tenang dari himpitan beban ekonomi. ada pula yang hanya berjuang lewat sertifikasi dan mengajar di banyak sekolah.
selain hak berpenghasilan yang layak yang harus dituntut kepada penguasa, tidak sedikit guru yang melupakan bahwa kewajiban mereka juga telah direbut oleh penguasa.  kebijakan UN lah yang merebut kewajiban para guru. Karena UN sangat berkuasa untuk menentukan nasib seorang murid. bahkan bisa menaklukan guru yang lebih tahu kondisi murid. penaklukan guru ini menyebabkan guru bertindak berdasarkan kepentingan penguasa dengan atas nama kepentingan murid belaka.

di buku Gurunya Manusia, Munif Chatib menjelaskan mengenai kewajiban guru yaitu membuat perencanaan, mengajar dan evaluasi.  sedangkan hak guru adalah belajar. tetapi tujuan  persekolahan kita (sukses UN) menyimpang dari tujuan pendidikan nasional mengakibatkan guru rela melupakan dua kewajiban dan mengabaikan satu hak tersebut. masih banyak guru yang menganggap bahwa kewajiban guru hanyalah mengajar. perencanaan guru untuk mengajar di kelas tidak perlu dibuat, karena cukup bermodalkan buku-buku latihan soal, sudah bisa untuk mengajar. satu kewajiban telah digugurkan oleh guru itu sendiri. sedangkan untuk evaluasi, guru sudah menyerahkan 60% pada UN sisanya ditambah dengan kecurangan lainnya. maka digugurkan lagi kewajiban guru. kewajiban yang tersisa adalah kewajiban mengajar. jika kita ingin pergi ke bogor maka jalan yang diambil adalah jalan menuju ke bogor. begitu pula dengan mengajar, jika bertujuan umtuk lulus ujian, maka metode mengajar didisain untuk lulus ujian. bagaimana dengan hak belajar guru? tentu guru akan belajar tentang soal mana yang akan diujikan.

berbagai penelitian, baik Bloom maupun Prof. Soedijarto menemukan bahwa tingkah laku belajar peserta didik dipengaruhi oleh perkiraan tentang apa yang akan diujikan. kondisi tersebut akan menyebabkan pikiran murid tentang makna belajar dan manfaat ilmu semakin sempit. faktanya bisa kita lihat sendiri bagaimana sempitnya makna belajar di pikiran murid, misalnya murid akan belajar mati-matian saat menjelang ujian. bahkan mengabaikan aktivitas belajar lainnya, seperti eksperimen, bersosialisasi, berkomunikasi, membaca, mengarang dan lain-lain. makna belajar bagi murid hanyalah sebatas mengerjakan soal bukan pengalaman dalam tindakan. manfaat ilmu semakin diminimalisasi agar cocok dijadikan jawaban dari soal ujian. padahal manfaat ilmu tidaklah serendah itu. ilmu bermanfaat untuk menjaga diri murid dalam bertindak dan memudahkan murid dalam hidupnya.

Prof. Tilaar memaparkan perbedaan UN dengan Evaluasi Belajar. jika ditinjau dari segi kepentingan siapa, UN jelas adalah bentuk kepentingan penguasa, sedangkan Evaluasi Belajar berpihak kepada kepentingan murid.  bahkan UN hanya menjadikan murid sebagai obyek eksperimen, padahal seharusnya subyek yang dibantu untuk dapat berdiri sendiri dan inilah yang bisa dilakukan oleh guru lewat evaluasi belajar. tidak heran pada akhirnya sekolah hanyalah dianggap sebagai penjara bukan lingkungan yang menyenangkan untuk belajar seperti yang pernah dikatakan Prof Conny, sekolah aman dan nyaman bukan dari segi fisik bangunan melainkan aspek psikososial dan emosional harus diperhatikan dalam proses belajar dan mengajar.

dari beberapa artikel menceritakan, Januari lalu guru di negara bagian Washington, Amerika Serikat, memboikot kebijakan pemerintah dan menolak memberikan standardized test pada siswa-siswanya. Mereka menganggap kebijakan ini akan merugikan kepentingan siswa. bahkan diceritakan guru-guru tersebut diancam mendapat sanksi. singkat cerita, tuntutan para guru pun akhirnya dipenuhi pemerintah. seorang yang berjiwa guru akan mengerti maksu perjuangan guru di Washington tersebut. mereka berjuang sepenuh hati demi memperjuangkan masa depan generasi mudanya.

sebenarnya di sistem persekolahan kita standardized test sudah tidak asing hanya saja kita tidak mengenal istilah tersebut. pada umumnya guru-guru kita menggunakan tes tipe ini mulai dari ulangan harian hingga UN. UN sebagai bentuk lain dari standardized testi, hanya memperlihatkan kemampuan terkecil dari murid. dan murid pun berjuang mati-matian demi memperlihatkan yang kecil itu. padahal setiap murid memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan tidak mampu menutup kemungkinan kemampuannya lebih hebat dibanding kemampuan menjawab soal.

otokritik Mahasiswa calon guru
kita semua tahu yang paling mengenal kondisi murid adalah guru. maka yang paling berhak evaluasi belajar murid adalah guru itu sendiri. masalah utama dari UN bagi guru adalah rusaknya kreativitas guru dalam merencanakan pembelajaran dan merebut kewajiban guru untuk evaluasi belajar murid. sebagai calon guru kita harus berani mengambil sikap menjauhi hal yang berakibat buruk bagi murid, bukan dengan mengambil kesempatan peluang bisnis dengan dalih mencerdaskan kehidupan bangsa. apakah kita lebih memilih harta daripada masa ddepan generasi bangsa? percayalah banyak pintu rezeki yang terbuka.


jika jiwa guru itu masih ada, Guru rebutlah kewajibanmu... 

Tidak ada komentar:

Share

Komentar

Selamat Datang

1

2

3

Pengunjung

Flag Counter

SMS Gratis


Make Widget