Meski dunia terasa amat
kacau hendaklah selalu eling lan wospodo, biarlah orang gila tetap gila, gila
harta, gila kekuasaan, gila wanita. Jangan ikut-ikutan menjadi orang gila.
Gate soko na kartavyo,
Bhavisyam naiva cintayet
Vartamanena kalena,
Pravartante vicaksanah.
(Canakya Nitisastra 8.2)
Artinya : Jangan
bersedih terhadap apa yang sudah berlalu, jangan pula risau terhadap apa yang
akan datang, orang-orang bijaksana hanya melihat masa sekarang dan berusaha
sebaik-baiknya.
Kembalinya kejayaan
Nusantara dipimpin oleh pemimpin yang agamawan bersandaran pada perintah Tuhan,
didalam ramaln disebut SATRIO PINANDITO SINISIHAN WAHYU. Tokoh pemimpin yang amat sangat Religius sampai-sampai
digambarkan bagaikan seorang Resi Begawan (Pinandito) dan akan senantiasa
bertindak atas dasar hukum / petunjuk Yang Maha Kuasa. Dengan selalu bersandar
hanya kepada Yang Maha Kuasa, bangsa ini akan mencapai zaman keemasan yang
sejati.
Satria Pinandita
Sinisihin Wahyu(memasuki zaman Alus=pada zaman ini,orang sudah tidak memikirkan
kebendaan atau keduniawian,ucapan satria pinandita menjadi kenyataan atau
seperti legenda. Hal itu dapa ditelusuri melalui serat dan jangka tanah Jawa
sebagai berikut:
Serat Dharmo Gandhul:
1. “Ya iku tengeranira,
Nayagenggong bali mring tanah Jawi, anggawa momonganipun, mata siji kang
wignya, wani lungguh anjajari maring ingsun, tan wruh asal sobat kenal, yen
nakal binuwang tebih. Tyasira angkara murka, kumet loma krenah pitenah dadi,
dana kawruh dana laku, mrih arja tanah Jawa. Wong Jawa ganti agama, akeh
tinggal agama Islam benjing, aganti agama kawruh.” ki aGOeng—> Parikshit.
“Kedatangan kembali
Nayagenggong dan diamat-amati Sabdapalon dari luar ke Jawa membawa momongannya
yang tercerahkan batinnya, mumpuni pengetahuannya, tidak mempersoalkan asal
teman yang dikenal, orang yang nakal dibuang, wataknya keras angkara murka,
kikir/perhitungan juga dermawan, semua perbuatan dilakoni termasuk memfitnah.
Mendanakan ilmu dan laku untuk membuat tanah Jawa sempurna. Di saat itulah
banyak orang Jawa meninggalkan agama Islam pindah ke agama kawruh.”
2. “Yen wonten manusa
Jawa, Jawi angangge mripat siji, ora nganggo mata loro, nami sepuh gaman
kawruh, niku momongan-kula, tiyang Jawan sun-wruhke bener lan luput.” —>
dewantoRO (pemuda jawa) – Sutasoma, anak Pandawa yang mati di kemah.
“Kalau suatu saat di
kemudian hari akan ada orang Jawa, Jawi bermata satu memakai nama tua
bersenjatakan kawruh itu adalah asuhan Ki Sabdapalon, dan melalui orang itu Ki
Sabdapalon akan mengajarkan dan menunjukkan benar dan salah kepada orang-orang
Jawa.”
Serat Yasadipura:
“Perang, bencana, lan
sapanunggalane
Kabeh tedak ing negeri
iki
Iki kang kinaran
Pendhawa Boyong
Tukule Pari Kesit
Tan busana narendra
utawa ksatrian prajurit”
Saat jaman goro-goro
terjadi, 5 kekuatan pandawa masuk ke tubuh satu orang yang mampu menampung
semuanya, yaitu parikesit.
1. “bukan pendeta tapi
disebut pendeta (yudhistira)”
2. “berjalan kebarat
berguru pada dewaruci (bima)”
3. “putra indra (arjuna)
yang paling sulung”.
4. “menguasai apasaja
ilmu (nakula-sadewa).”
5. “naiknya parikesit”
yang naik jadi ratu adil adalah parikshit.
Kemunculan satria
pininandhita sinisihan wahyu tak lepas dari sejarah nusantara ini. berabad-abad
yang lalu telah terjadi suatu perjanjian dimana selama 500 tahun akan menjadi
tahun kebangkitan islam namun setelah itu bangsa ini akan dikembalikan lagi
pada ajaran lama.
Namun sayangnya
kedatangan ajaran ini dan sekaligus proses pendalamannya akan banyak memakan
korban jiwa, oleh karena memang sudah disebutkan dalam perjanjian bahwa jika
ajaran ini tidak diterima maka akan dibinasakanlah bagi yang tidak mau menerima
ajaran tersebut.
Maka tidak mengherankan
bahwasanya banyak paranormal yang menyebutkan nantinya penduduk indonesia
tinggal sekitar setengahnya saja. sungguh sangat memilukan dimana dalam proses
kebangkitan bangsa ini diwarnai dengan banyak tragedi kemanusiaan.
Nah pada akhirnya sang
penyelamat inilah yang nantinya akan hadir di saat bangsa ini memang
benar-benar memerlukan pertolongan. namun kita juga harus bisa mempersiapkan
diri jangan hanya berpangku tangan pada satu orang saja. Alangkah baiknya bila
nanti yang ditunggu–tunggu sudah datang, kita bisa membantu dari belakang.
Leluhur negeri lain
sebelum Indonesia memang pernah meramalkan bila di Indonesia kelak akan terjadi
perang besar yang membawa Indonesia menuju kiamat. Terkait dengan Indonesia,
maka kiamat dapat diartikan sebagai berakhirnya kehidupan di Indonesia karena
mengalami kehancuran. Saat ini negara Indonesia bisa tegak berdiri karena
ditopang oleh sisitem yang bekerja dengan baik di negri ini baik itu sistem
dalam pemerintahannya maupun sisitem dalam masyarakatnya dan sistem-sistem
lainnya bekerja.
Apabila sistem-sistem
yang menopang negri ini rusak bahkan macet total, maka yang pasti akan terjadi
yaitu adanya kekacauan dimana-mana sehingga memicu amarah rakyat Indonesia.
Apabila amarah rakyat tidak segera diatasi maka dapat meluas hingga ke seluruh
wilayah Indonesia. Hasilnya kekacauan pada semua sistem di setiap wilayah akan
terjadi dan Indonesia perlahan-lahan akan menemui kehancuran yang nyata.
Jangka jayabaya sabda
gaib babon asli kagungan dalem bandara Pangeran Harya Suryanegara Ing
Ngayugyakarta:
1. sasampune hardi
merapi ,gung kobar saking dahara sigar tengahira kadi lepen mili toya lahar,
ngidul ngetan njog pasisir Myang amblese glacapgunung
2. sarta ing madura
nagari meh ghatuk lan Surabaya
3. sabibaripun tumuli,
wiwit dahuru lonlona saya lami saya ndadi Temah peperangan agung
4. rurusuh mratah sabumi
5. montang manting rebut
urip
6. Papati atumpuk undung
7. desa desa morat marit
8. kutha kutha karusakan
Terjemahnya kurang
lebih:
1. Gunung Merapi
mengeluarkan lahar ke selatan dan timur
2. Madura dan Surabaya
hampir menyatu (Jembatan Suramadu)
3. Setelah itu
terjadilah perang besar
4. Kerusuhan merata di
seluruh wilayah Indonesia
5. Susah payah
menyelamatkan diri
6. Kematian
bertumpuk-tumpuk
7. Desa-desa
hancur-hancuran
8. Kota-kota terjadi
kerusakan
Untuk nomor 1 dan 2
telah terjadi. Karena ada yang telah terjadi maka tinggal menunggu waktu untuk
peristiwa selanjutnya yaitu akan terjadi perang agung merata di seluruh wilayah
Nusantara.
Serat Centhini:
Prabu Parikshit Satria
Pinandhita sejak lahir sudah membawa talenta dan kemampuan luar biasa dalam hal
ilmu agama, kesaktian, joyokawijayan, olah kanuragan (beladiri), kawaskitan
lahir batin yg sangat tinggi, arif bijaksana, luhur budi pekertinya (sebagai
warisan dari ibunya). Satria Pinandhita memiliki keahlian dlm bidang
tatanegara, politik, hingga kesenian misalnya beksa atau menari, seni tembang
jawa, dan pandai pula dalam tataboga.
Sejak masih di dlm
kandungan rahim ibu, badan halus/ruhnya, sudah digembleng oleh para leluhur
eyang-eyangnya sendiri dari kalangan priyayi dan bangsawan (garis keturunan
dari sang ibu) yang dahulu menjadi Natapraja Ratu Gung Binatara. Dengan materi
pelajaran meliputi ilmu kesaktian, kedigjayaan, tatanegara, hukum, politik,
ekonomi, kesenian (menari dan tembang), memasak. Materi pelajarannya termasuk
di antaranya serat Wulang Reh, Wulang Sunu, sejarah, berbagai macam suluk,
kitab Wedhatama, Babad Centini, Pangreh Praja dan masih sekian banyak lagi
kitab-kitab Jawa masa lampau hingga lulus semuanya karena terlalu sederhana. Keluhuran
budipekerti Satria Pinandhita diperoleh dari kakeknya Drona yang telah banyak
sekali mengajarkan tentang keluhuran budi pekerti dan kebersihan hati sejak
masih di dalam kandungan.
Juga dikatakan satria
pinandhita itu punya 2 saudara satu pria satu wanita. saya punya dua saudara,
kelahirankembali walangsungsang dan rara santang.
Kedua saudara saya tidak
tertarik mengurusi kepemerintahan secara mendalam, keduanya ada pekerjaan
masing-masing sebagai bisnisman dan kepala keperawatan. sesuai bait dalam serat
centhini “yang satu jenius” yang satu lagi “berbakat dalam bidang medis”.
Syair Raja Samagama:
5 lapis praktek
religius:
Lapis luar (kulit):
Berusaha tak jahat.
Lapis bagian dalam:
Berusaha maju.
Lapis lebih dalam:
Tantra (tehnik-tehnik terbaik dalam hidup)
Lapis terdalam:
Meditasi.
Tanpa lapis: Kosong.
Untuk bisa menciptakan
pikiran yang tanpa jeda dari kebaikan, SP masuk ke lapis lebih dalam yaitu
berusaha maju. Menjadi “raja yang tak batal wudhu.”
Tapi saat ia naik tahta,
ia berada di lapis “Tantra” sebagai satria pinandhita sinisihan wahyu, memimpin
negara sekaligus mengajar agama. Dan saat ia sendiri, ia tentu tenggelam dalam
lapis meditasi. Tapi ia belum bisa ke lapis terakhir yaitu tanpa lapis, karena
ia masih di dunia, jadi masih perlu memakai “isi”.
Ronggowarsito:
- “Nuli sinalinan
mulyaning panjenengan Nata ing kono harjaning tanah Jawa ; wus ilang memalaning
bumi, amarga sinapih tekaning Ratu Ginaib, wijiling utama den arani Ratu
Amisan, karana luwih dama miskin.” (Kemudian diganti (zaman) kemuliaan Sri Raja
dan kesejahteraan tanah Jawa ; sudah hilang penyakitnya dunia, karena datangnya
Raja yang digaibkan, keturunan golongan mulia, diberi julukan “Raja semua
golongan”, karena bermurah hati kepada (golongan) miskin.)
- “Adege tanpa sarat
sedawir, ngadam makdum Panjenengan Nata.” (Menjadi pemimpin tanpa perlu lewat
pemilu, sebagai Pemimpin Kerohanianlah kedudukan Beliau sebagai Raja.)
- “Kedatone Sonya ruri,
tegese sepi tanpa sarana apa-apa ora ana kara-kara.” (Ada satu masa dimana
beliau hidup dalam keadaan kurang.)
- “Duk masih kineker
dening Pangeran kesampar kesandung akeh wong ketambuhan.” (Saat masih dipingit
oleh Buddha, keadaannya masih seperti orang biasa, banyak orang tidak bisa
menduga akan menjadi apa.)
- “Karsaning Suksma
kinarya buwana balik.” (Kehendak Yang Maha Gaib semuanya dibalikkan. Lemah jadi
kuat, biasa jadi sakti, yang orang tak mengira.)
- “Jumeneng Ratu
Pinandita, adil paramarta, lumuh mring arta, kasbut “Sultan Herucakra”.”
(Menjadi ‘Raja Kerohanian’, adil ramah tamah, tidak mementingkan harta benda,
dijuluki “Sultan Herucakra”)
- “Parandene mungsuhe
pada rereb sirep kabeh.” (Meskipun begitu musuhnya semuanya agak takut;
terhenti semua.)
- “Kang nedya mungsuh
kabarubuh.” (Yang hendak memusuhi jatuh.)
- “Tekane sing prau kintir,
anake mbok randa kasihan, melas asih mung priyangga.” (Datangnya dengan kapal
yang ikut arus (laut), anak janda kasihan pantas dibelaskasihani, hanya
sendirian. Ada juga yang menafsirkan arti anak janda kasihan ikut arus adalah
si kembar nakula-sadewa, tapi bait-bait yang mendukung mereka kurang banyak dan
terlalu kabur, karena itu tetap saja Parikshit yang naik jadi raja.)
Jayabaya:
159. “selambat-lambatnya
kelak menjelang tutup tahun (sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu)
akan ada dewa tampil berbadan manusia berparas seperti Batara Kresna berwatak
seperti Baladewa bersenjata trisula wedha tanda datangnya perubahan zaman, orang
pinjam mengembalikan, orang berhutang membayar hutang nyawa bayar nyawa hutang
malu dibayar malu”.
- “Dan ingatlah
keharuman air wangi nanti akan bertahan selama 500 tahun dan 4 jaman,” kata
Sabdo Palon dulu. Lawang Sapto Ngesthi Aji menunjuk 1978. 4 jaman = 4 x 8 tahun
= 32 tahun, jika ditambah 1978 menjadi tahun 2010. “Dan ingatlah kebenaran
kata-kata hamba saat Merapi meletus laharnya mengalir ke Yogya“, kata Sabdo
Palon dulu. 2010 lalu Merapi meletus dan laharnya ke Yogya, tak ke Magelang
sepertibiasanya, karena di Yogyalah berdiam SPnya.
- Muka SP sawomatang,
seperti anak-anak, dan mudah menghukum orang. Bertenaga mutiara Trishula Veda
di tangan kanannya (sebelum dikeluarkan berwujud senjata). Kemunculannya
sebelum tutup 2011 ini.
- Dibantu dua raja
lainnya,
Raja Parikshit bertugas
menentukan benarsalah, membuat undang-undang, mensweeping masyarakat.
Raja Ashoka bertugas
terus memberi tuntunan pada masyarakat dan mengkonsepkan tatadunia baru.
Raja Alexander bertugas
menyatukan keberagaman tapi juga meragamkan lagi jika perlu.
- “Perang, bencana, lan
sapanunggalane. Kabeh tedak ing negeri iki. Iki kang kinaran Pendhawa Boyong.
Tukule Parikesit. Tan busana narendra utawa ksatrian prajurit.” Pandawa Lima
(Yudhistira tentang ramalan sp, Bhima tentang agama buddha, Karna tentang
tatadunia, Arjuna tentang perang, Nakula Sadewa tentang senjata) sebelumnya
sudah banyak bicara disana-sini juga mengasah pikiran, sekarang saat keluarnya
Parikshit. Perlu diketahui bahwa kali ini bukan Kaurava yang menjadi lawan tapi
kesalahan, pembodohan, dan kemunafikan itulah musuh Negara Katumaya.
- Di jaman saya,
segalanya berubah, misalnya jika dijaman Anda yang banyak orang islam kalo
dijaman saya yang banyak orang buddhist, indonesia saat ini meminjam tanah
majapahit ini harus dikembalikan, kesalahan-kesalahan orang harus dibayar.
161. “Asalnya dari kaki
Gunung Lawu sebelah Timur sebelah timurnya bengawan berumah seperti Raden
Gatotkaca berupa rumah merpati susun tiga, seperti manusia yang menggoda.”
Bait ini menggambarkan dunungane,
keberadaan orang yang jadi sp itu besok munculnya ternyata dia berasal dari
sebelah timur gunung lawu. Ditimurnya lagi ada sungai. Jadi orang yang jadi sp
itu berasal antara gunung lawu dan sungai brantas.
161. “Banyak orang
digigit nyamuk mati, banyak orang digigit semut mati, banyak suara aneh tanpa
rupa, pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar tak
kelihatan, tak berbentuk yang memimpin adalah putra Batara Indra, bersenjatakan
trisula wedha, para asuhannya menjadi perwira perang, jika berperang tanpa
pasukan sakti mandraguna tanpa azimat.”
Banyak orang langsung
lemas mendengar nama SP disebut, tak mau salah berbuat. Orang sakithati
dikritik SP. Pandawa dan Parikshit membuat blog, berbicara dengan memanfaatkan
internet. Jin-jin di belakang orang-orang lalu kompak mendukung SP.
Kebijakannya benar, bijak, cinta. Yang diasuh bukannya berdamai tapi memang
khusus untuk perang. Tiap orang seperti SP, perang tanpa mengajak teman dan
tanpa jimat.
163. “bergelar pangeran
perang, kelihatan berpakaian kurang pantas, namun dapat mengatasi keruwetan
orang banyak, yang menyembah arca terlentang cina ingat suhu-suhunya dan
mendapat perintah, lalu melompat ketakutan”.
Karena setiap ada
masalah selalu terpecahkan, SP lalu dipanggil Pangeran Perang. Pakaiannya biasa
saja, tapi bisa mengatasi masalah orang. Umat buddhist lalu pergi ke Cina
karena takut menjadi korban penyebaran Agama Buddhi oleh SP.
164. “putra kesayangan
almarhum yang bermukim di Gunung Lawu yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya
Herumukti menguasai seluruh ajaran (ngelmu) memotong tanah Jawa kedua kali
mengerahkan jin dan setan seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya
bersatu padu membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda tajamnya
tritunggal nan suci benar, lurus, jujur didampingi Sabdopalon dan
Noyogenggong.”
SP masih ada keturunan
dari Sunan Lawu. Jika dulu pulau jawa dibabat jadi Islam, sekarang dibabat jadi
Buddhi. Dengan bantuan wahyu yang turun padanya, ia (Sabdo Palon) mendirikan
Katumaya di pulau Jawa. Didampingi istri-istrinya (Naya Genggong).
165. “tiap bulan Sura
sambutlah kumara yang sudah tampak menebus dosa, dihadapkan ke sang Maha Kuasa,
masih muda sudah dipanggil orang tua, warisannya Aji Gatotkaca Sejuta”.
Pertamakali dilantik
jadi SP adalah pada suro 2010, tepat setelah Merapi meletus. Ia lalu
membersihkan diri sehingga ia tak bisa menjadi Buddha, tapi menjadi Jedi,
sehingga ia bisa menjadi raja yang baik tanpa harus kehilangan kemampuan
seksualnya. Biksu tak bisa jadi raja karena cenderung mengalah, sedang raja
yang bukan jedi masih bisa untuk jahat dan semena-mena.
Meski wajahnya seperti
anak-anak tapi ia juga dipanggil “orangtua”. Sifatnya murahhati karena suka
berbagi ilmu.
Sejak itu, setiap suro
ia selalu kemasukan energy Force yang besar sehingga setiap suro ia selalu
diberi upeti wanita oleh rakyat Katumaya. Dihadapkan dan ditunjukkan tubuhnya
seperti apa.
166. “ludahnya ludah api
sabdanya sakti (terbukti) yang membantah pasti mati baik orang tua muda
termasuk bayi, orang yang tidak berdaya, minta apa saja pasti terpenuhi,
penjadian sabdanya cepat, beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta
menaati sabdanya, tidak mau dihormati orang setanah Jawa tetapi hanya memilih
beberapa saja.”
Ucapan SP jika dipercaya
yang mempercayainya akan untung sekali, sedang yang meragukannya habis,
kadang-kadang sampai satu keluarga. Anakbuahnya cuma sebagian orang jawa saja,
lebihbanyak orang dari luar.
168. “oleh sebab itu
carilah satria itu yatim piatu, tak berpaman dan bibi, sudah lulus weda Jawa,
hanya berpedoman trisula, ujung trisulanya sangat tajam membawa maut atau utang
nyawa, yang tengah pantang berbuat merugikan orang lain, yang di kiri dan kanan
menolak pencurian dan kejahatan”.
SP punya kebijakan
trisula veda dengan memanfaatkan info yang terdapat pada senjata trishula veda.
Dalam keadaan damai yang keluar kebijakannnya, dalam keadaan perang yang keluar
senjatanya. Dan itu tanda bahwa dia putera batara indera, bahwa dia pemimpin
tunggal/raja dunia dan mahluk halus. Siluman seluruh mahluk halus sangat takut
dengan pusaka tsb, seandainya sedikit saja tersentuh ujungnya trisula Weda yang
paling tengah maka mereka akan musnah. Disetiap ujung trisula weda itu
masing-masing merupakan penjelmaan dari dewa.
169. “pantang bila
diberi, hati mati dapat terkena kutukan, senang menggoda dan minta secara
nista.”
Solusinya segala
pemberian harus berupa upeti. Minta secara nista ini bukan pura-pura, karena
itulah saya tak tulis bait lengkapnya agar hal ini diperhatikan.
171. “Jangan heran,
jangan bingung itulah putranya Batara Indra yang sulung dan masih kuasa
mengusir setan, ada manusia yang bisa bertemu tapi ada manusia yang belum
saatnya, jangan iri dan kecewa itu bukan waktu anda.”
Prabu Parikshit disebut
putra dewa Indra yang paling sulung, karena anak yang paling lama dilatih dari
kelahiran demi kelahirannya.
Cepat lambatnya Satria
Pinandhita muncul ditengah-tengah masyarakat tergantung cepat-lambatnya
terjemahan jangka-jangka pujangga tanah jawa diketahui masyarakat. Semakin
cepat jangka diketahui semakin cepat pula Satria Pinandhita muncul.
Satria Pinandhita
terdapat dalam jangka, nanti bekerja juga pakai jangka. Sistem ramalan dan
bekerjanya juga pakai jangka untuk menata kegiatan-kegiatan di Indonesia dan
didunia.
Satrio Pinandhita dan
Ratu Adil cuma orang biasa saja, cuma saja selama ini orang-orang tak mengerti
jika mereka akan jadi Ratu Adil Satria Pinandhita.
Satrio Pinandhita
mengakui dirinya Satria Pinandhita cuma saat memakai topeng. Kejadian seperti
ini berlangsung selama beberapa tahun, kemungkinan kurang lebih tiga tahun.
Kejadian ini diterangkan dalam jangka pewayangan lampahan “samba sebit”.
Satria Pinandhita disaat
memakai topeng hanya membahas jangka tanah jawa. Dalam jangka diceritakan Raden
Samba disaat tidak memakai topeng membahas yang sesuai dengan pemikiran
masyarakat. Dalam jangka diceritakan ratu yang berbendera klaras (kang
selaras). Dalam pewayangan diceritakan Udrayana. Menyampaikan pidato dengan
cara kadang bertopeng kadang tidak bertopeng, dengan cara beda penampilan,
dalam jangka diceritakan ratu sakembaran.
Serat Sabdo Palon:
“….. Paduka yĆŖktos,
manawi sampun santun agami Islam, nilar agami Buddha, turun paduka tamtu apĆŖs,
Jawi kantun jawan, Jawinipun ical, rĆŖmĆŖn nunut bangsa sanes. Benjing tamtu
dipunprentah dening tiyang Jawi ingkang mangrĆŖti.”
(“….. Paduka perlu
faham, jika sudah berganti agama Islam, meninggalkan agama Budha, keturunan
Paduka akan celaka, Jawi (orang Jawa yang
memahami kawruh Jawa)
tinggal Jawan (kehilangan jati diri jawa-nya), Jawi-nya hilang, suka
ikut-ikutan bangsa lain. Suatu saat tentu akan dipimpin oleh orang Jawa (Jawi)
yang mengerti.”
“….. Sang Prabu diaturi
ngyĆŖktosi, ing besuk yen ana wong Jawa ajĆŖnĆŖng tuwa, agĆŖgaman kawruh, iya iku
sing diĆŖmong Sabdapalon, wong jawan arĆŖp diwulang wĆŖruha marang bĆŖnĆŖr luput.”
(“….. Sang Prabu diminta
memahami, suatu saat nanti kalau ada orang Jawa menggunakan nama tua (sepuh),
berpegang pada kawruh Jawa, yaitulah yang diasuh oleh Sabda Palon, orang Jawan
(yang telah kehilangan Jawa-nya) akan diajarkan agar bisa melihat benar
salahnya.”)
Dari dua ungkapan di
atas Sabdo Palon mengingatkan Prabu Brawijaya bahwa suatu ketika nanti akan ada
orang Jawa yang memahami kawruh Jawa (tiyang Jawi) yang akan memimpin bumi
nusantara ini. Juga dikatakan bahwa ada saat nanti datang orang Jawa asuhan
Sabdo Palon yang memakai nama sepuh/tua (bisa jadi “mbah”, “aki”, ataupun
“eyang”) yang memegang teguh kawruh Jawa akan mengajarkan dan memaparkan
kebenaran dan kesalahan dari peristiwa yang terjadi saat itu dan
akibat-akibatnya dalam waktu berjalan.
“Sang Prabu karsane arĆŖp
ngrangkul Sabdapalon lan Nayagenggong, nanging wong loro mau banjur musna. Sang
Prabu ngungun sarta nĆŖnggak waspa, wusana banjur ngandika marang Sunan
Kalijaga: “Ing besuk nagara Blambangan salina jĆŖnĆŖng nagara Banyuwangi, dadiya
tĆŖngĆŖr Sabdapalon ĆŖnggone bali marang tanah Jawa anggawa momongane. Dene
samĆŖngko Sabdapalon isih nglimput aneng tanah sabrang.”
(“Sang Prabu
berkeinginan merangkul Sabdo Palon dan Nayagenggong, namun orang dua itu
kemudian raib. Sang Prabu heran dan bingung
kemudian berkata kepada
Sunan Kalijaga : “Gantilah nama Blambangan menjadi Banyuwangi, jadikan ini
sebagai tanda kembalinya Sabda Palon di tanah Jawa membawa asuhannya. Sekarang
ini Sabdo Palon masih berkelana di tanah seberang.”)
Dari kalimat ini jelas
menandakan bahwa Sabdo Palon dan Prabu Brawijaya berpisah di tempat yang
sekarang bernama Banyuwangi. Tanah seberang yang dimaksud tidak lain tidak
bukan adalah Pulau Bali. Untuk mengetahui lebih lanjut guna menguak misteri
ini, ada baiknya kita kaji sedikit tentang Ramalan Sabdo Palon berikut ini.
Sabda Palon matur sugal,
“Yen kawula boten arsi, Ngrasuka agama Islam, Wit kula puniki yekti, Ratuning
Dang Hyang Jawi, Momong marang anak putu, Sagung kang para Nata, Kang jurneneng
Tanah Jawi, Wus pinasthi sayekti kula pisahan.”
(Sabda Palon menjawab
kasar: “Hamba tak mau masuk Islam Sang Prabu, sebab saya ini raja serta
pembesar Dang Hyang se tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak cucu serta para
raja di tanah jawa. Sudah digaris kita harus berpisah.)
Klawan Paduka sang Nata,
Wangsul maring sunya ruri, Mung kula matur petungna, Ing benjang sakpungkur
mami, Yen wus prapta kang wanci, Jangkep gangsal atus tahun, Wit ing dinten
punika, Kula gantos kang agami, Gama Buda kula sebar tanah Jawa.
(Berpisah dengan Sang
Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak
setelah 500 tahun saya ganti agama itu, agama buddha (atau buddhi), saya sebar
seluruh tanah Jawa.)
“Sinten tan purun
nganggeya, Yekti kula rusak sami, Sun sajekken putu kula, Berkasakan rupi-rupi,
Dereng lega kang ati, Yen durung lebur atempur, Kula damel pratandha, Pratandha
tembayan mami, Hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar.“
(Bila ada yang tidak mau
memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum
legalah hati saya bila belum saya
hancur leburkan. Saya
akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila kelak Gunung Merapi
meletus dan memuntahkan laharnya.)
“Ngidul ngilen purugira,
Ngganda banger ingkang warih, Nggih punika medal kula, Wus nyebar agama budi,
Merapi janji mami, Anggereng jagad satuhu, Karsanireng Jawata, Sadaya gilir
gumanti, Boten kenging kalamunta kaowahan.“
(Lahar tersebut mengalir
ke Yogya, tak ke Magelang seperti biasanya. Baunya tak sedap. Itulah pertanda
kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Budda (Budhi). Kelak Merapi
akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widi bahwa segalanya harus bergantian.
Tidak dapat bila diubah lagi.)
“Sanget-sangeting
sangsara, Kang tuwuh ing tanah Jawi, Sinengkalan tahunira, Lawon Sapta Ngesthi
Aji, Upami nyabrang kali, Prapteng tengah-tengahipun, Kaline banjir bandhang,
Jerone ngelebne jalmi, Kathah sirna manungsa prapteng pralaya.“
(Kelak waktunya paling
sengsara di tanah Jawa ini pada tahun: Lawon Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang
menyeberang sungai sudah datang di tengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir
besar, dalamnya menghanyutkan manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.)
“Bebaya ingkang tumeka,
Warata sa Tanah Jawi, Ginawe kang paring gesang, Tan kenging dipun singgahi,
Wit ing donya puniki, Wonten ing sakwasanipun, Sedaya pra Jawata, Kinarya
amertandhani, Jagad iki yekti ana kang akarya.“
(Bahaya yang mendatangi
tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin dipugkiri
lagi. Sebab dunia ini ada ditanganNya. Hal tersebut sebagai bukti bahwa
sebenarnya dunia ini ada yang membuatnya.)