KOMPAS.com — Konflik horizontal yang marak terjadi
di sejumlah wilayah Tanah Air sekarang ini, antara lain, disebabkan
karena sekolah mulai meninggalkan keragaman. Sekolah mulai meninggalkan
nilai-nilai toleransi, kebersamaan, dan saling menghormati perbedaan.
Sejumlah sekolah saat ini mengarah ke eksklusivisme berdasarkan kelompok
atau golongan dan meninggalkan inklusivisme.
Hal itu mengemuka
dalam Diskusi Konstitusi dan Negara Kesejahteraan bertema ”Pendidikan
yang Memerdekakan”. Diskusi diselenggarakan harian Kompas bersama Lingkar Muda Indonesia, Rabu (5/9/2012), di Bentara Budaya Jakarta.
Soedijarto,
Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, mengatakan, para pendiri negara
sejak awal menekankan pentingnya toleransi dan saling menghormati dalam
keberagaman. ”Karena pada dasarnya negara ini memang sangat beragam dari
sisi suku, agama, adat, dan sebagainya,” kata Soedijarto, yang juga
Ketua Dewan Pembina Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia ini.
Namun,
kini, perlahan keberagaman itu mulai ditinggalkan. Sekolah bermunculan
dengan identitas masing-masing, mulai dari identitas agama hingga
sekolah berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional untuk kelompok
tertentu.
Jalaluddin Rakhmat, pakar komunikasi dan pengelola SMA
Muthahhari Bandung, mengatakan, perhatian sekolah kini terpusat pada
aspek kuantitatif. Semua pencapaian dilihat dari angka.
”Mulai
dari guru hingga murid, semua mengejar angka. Anak-anak menjadi
instrumentatif. Ini budaya kuantifikasi,” kata Jalaluddin.
Nilai-nilai
penghormatan terhadap perbedaan dan toleransi yang tidak tecermin dalam
angka akhirnya ditinggalkan. ”Karena itu, di sekolah kami dikenalkan
ajaran dan tokoh yang berbeda keyakinan. Ini untuk meyakinkan siswa
bahwa kita hidup dalam masyarakat yang sangat beragam,” ujarnya.
Elin
Driana, pakar evaluasi pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr
Hamka, mengatakan, dihilangkannya perbedaan dalam sekolah dimulai oleh
pemerintah. Pemerintah menerapkan ujian nasional yang menganggap siswa
memiliki potensi sama, padahal potensi siswa sangat beragam. (LUK)
Dani Ramdhan Peduli: Mengapa RIDHA SUAMI itu adalah SURGA bagimu wahai ...
-
Dani Ramdhan Peduli: Mengapa RIDHA SUAMI itu adalah SURGA bagimu wahai ...:
Suamimu dibesarkan oleh ibu yang mencintainya seumur hidup. Namun ketika
dia d...
11 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar