Jakarta - Koalisi Antikomersialisasi Pendidikan menyatakan sistem pendidikan yang dibangun Pemerintah SBY a historis. Salah satu wujudnya dengan dikembangkannya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
"Keberadaan RSBI yang merupakan mandat Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas justru diarahkan untuk mengadopsi nilai dan proses pembelajaran di negara anggota OECD atau negara maju lain yang menggunakan dasar dan falsafah individualistis dan kapitalistis yang berbeda dengan dasar dan falsafah bangsa Indonesia," papar Andi Mutaqien dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
Menurut Andi, penggunaan Bahasa Inggris sebagai pengantar mata pelajaran di RSBI, kecuali pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal juga adalah suatu masalah. Ini karena bertentangan dengan semangat Sumpah Pemuda 1928 yang berikrar bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia.
"Padahal kemampuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa modern telah diakui UNESCO, sebagai bahasa yang dapat digunakan untuk membahas hal-hal yang abstrak," ujarnya.
Penyelenggaraan RSBI juga, dia melanjutkan, telah melanggar hak konstitusi warga negara dalam pemenuhan kewajiban mengikuti pendidikan dasar. "Melalui RSBI, pendidikan yang sejatinya merupakan prasyarat bagi penikmatan hak asasi manusia, ternyata dirancang hanya untuk sebagian kecil rakyat Indonesia, bukan untuk seluruh rakyat Indonesia," tutur Andi.
Lebih jauh disebutkan, RSBI adalah bentuk sekolah unggulan yang biayanya lebih mahal dari biaya kuliah. “Demi seorang anak, orang tua pasti akan berkorban, dipaksa secara kasar atau halus berjuang untuk menyekolahkan anaknya," ucapnya lagi.
Andi mengatakan, RSBI merupakan proyek tanpa perencanaan dan amburadul. RSBI juga disebut sebagai liberalisasi pendidikan.
"Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas bertujuan meliberalisasi pendidikan Indonesia. Tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan Indonesia terutama pembiayaan pendidikan secara perlahan namun pasti digeser dari negara pada individu. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya," Andi menambahkan.
"Keberadaan RSBI yang merupakan mandat Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas justru diarahkan untuk mengadopsi nilai dan proses pembelajaran di negara anggota OECD atau negara maju lain yang menggunakan dasar dan falsafah individualistis dan kapitalistis yang berbeda dengan dasar dan falsafah bangsa Indonesia," papar Andi Mutaqien dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
Menurut Andi, penggunaan Bahasa Inggris sebagai pengantar mata pelajaran di RSBI, kecuali pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal juga adalah suatu masalah. Ini karena bertentangan dengan semangat Sumpah Pemuda 1928 yang berikrar bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia.
"Padahal kemampuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa modern telah diakui UNESCO, sebagai bahasa yang dapat digunakan untuk membahas hal-hal yang abstrak," ujarnya.
Penyelenggaraan RSBI juga, dia melanjutkan, telah melanggar hak konstitusi warga negara dalam pemenuhan kewajiban mengikuti pendidikan dasar. "Melalui RSBI, pendidikan yang sejatinya merupakan prasyarat bagi penikmatan hak asasi manusia, ternyata dirancang hanya untuk sebagian kecil rakyat Indonesia, bukan untuk seluruh rakyat Indonesia," tutur Andi.
Lebih jauh disebutkan, RSBI adalah bentuk sekolah unggulan yang biayanya lebih mahal dari biaya kuliah. “Demi seorang anak, orang tua pasti akan berkorban, dipaksa secara kasar atau halus berjuang untuk menyekolahkan anaknya," ucapnya lagi.
Andi mengatakan, RSBI merupakan proyek tanpa perencanaan dan amburadul. RSBI juga disebut sebagai liberalisasi pendidikan.
"Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas bertujuan meliberalisasi pendidikan Indonesia. Tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan Indonesia terutama pembiayaan pendidikan secara perlahan namun pasti digeser dari negara pada individu. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya," Andi menambahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar